Berbuka Secukupnya

Zaza mondar-mandir dari kamar ke ruang tengah tempat Umma sedang bekerja. Hari ini, Umma sedikit lebih sibuk dari biasanya. Ada pesanan kue dari Tante Amina untuk buka bersama.

“Umma, ayo! Umma kan janji kita mau jalan-jalan beli kue untuk buka di pasar senggol!” rengek Zaza.

“Sedikit lagi ya, Nak. Setelah beres membungkus kue Tante Amina, kita jalan,” sahut Bunda.

“Kenapa harus beli kue lagi? Kan sudah ada kue buatan Umma?” Kak Chacha yang membantu Umma menyeletuk.

Zaza cemberut. Ia kesal sekali karena Kak Chacha tidak mendukungnya.

“Kan Umma sudah janji, mau jalan-jalan ke pasar senggol,” kata Zaza.

“Kan nggak harus sekarang, bisa besok,” sanggah Kak Chacha.

“Nggak mau! Zaza kan udah pengin beli macam-macam kue,” balas Zaza.

“Sudah, nggak usah ribut. Umma sudah selesai. Ayo, kita antar kuenya ke rumah Tante Amina, terus beli kue di pasar senggol.”

Zaza menjulurkan lidahnya ke arah Kak Chacha yang membalas dengan melotot. Zaza mengikuti Umma berjalan ke luar rumah.

Setelah mengantarkan kue, mereka segera melanjutkan perjalanan ke pasar senggol. Di sana banyak sekali kue. Zaza ingin membeli semua, pikirnya.

“Nak, ingat, ya. Beli secukupnya saja. Mana yang Zaza paling pengin aja, ya,” kata Umma.

Zaza mengangguk. Ia melihat ke sekeliling pasar. Semua terlihat enak. Ada kue cucur, puding cokelat, lumpia, risol, burger. Wah, semua enak! Zaza mau semua!

Zaza mulai membeli kue cucur dan risol di pedagang di depannya. Setelah itu, ia membeli puding dan burger. Ia masih berjalan mencari minuman.

“Nak, sudah banyak, tuh. Ayo, pulang.” Umma mengingatkan.

“Belum, Umma. Zaza masih mau yang lain,” kata Zaza sambil berjalan terus mengitari penjual kue.

Di depannya, Zaza berhenti di penjual es pisang ijo. Ia membeli dua bungkus. Umma yang mengingatkan tidak dipedulikan. Zaza masih membeli roti bakar isi selai stroberi kesukaannya.

Suara mengaji di masjid mulai terdengar. Umma mengajaknya pulang dengan paksa. Kalau tidak, mereka masih akan ada di jalan saat azan nanti. Zaza pulang dengan wajah cemberut.

Di rumah, Baba dan Kak Chacha sudah duduk di meja makan menunggu Umma dan Zaza. Di meja makan sudah ada teh hangat, donat mini, dan lemper buatan Umma.

“Wah, ada yang habis borong takjil rupanya,” kata Baba.

“Ini semua, punya Zaza!” kata Zaza.

Kak Chacha mendengkus kesal. Baba hanya tersenyum melihat tingkah Zaza.

“Harus dihabiskan, loh ya” kata Baba.

Alhamdulillah, azan magrib berkumandang. Semua segera berdoa dan membatalkan puasa dengan minum teh hangat buatan Kak Chacha. Zaza langsung melahap semua makanan yang dibelinya tadi. Kak Chacha, Baba, dan Umma hanya melihatnya.

“Aduh!” jerit Zaza tiba-tiba. Ia memegangi perutnya yang terasa sakit.

“Zaza kenapa?” tanya Baba.

“Perut Zaza sakit, Baba,” kata Zaza pelan.

“Itulah, kalau serakah mau makan semua,” kata Kak Chacha.

Baba menuntun Zaza ke ruang tengah, membaringkannya di sofa.

“Gimana rasanya?” tanya Umma mendekati Zaza.

Zaza malu, karena keserakahannya, sekarang perutnya sakit. Makanan pun banyak yang belum termakan. Jadinya mubazir. Seandainya tadi beli sedikit saja.

“Maafin Zaza, ya, Umma,” kata Zaza.

“Nak, Allah memerintahkan kita untuk makan dan minum secukupnya. Tidak boleh berlebih-lebihan.”

“Iya, Umma.”

“Nah, sekarang, makanan yang masih ada boleh Umma kasih ke Mbah Nanik?” tanya Mama. Zaza mengangguk.

Mbah Nanik adalah tetangga belakang rumah Zaza yang hidup sendirian. Umma sering memberi Mbah Nanik makanan.

Zaza janji, tidak akan serakah lagi. Makan dan minum secukupnya saat berbuka atau hari lain.