Saat yang Indah Untuk Berbagi

“Ma, jangan lupa siapin zakat fitrahnya ya? Biar nanti Papa bisa bawa ke masjid.“ Papa yang sedang membaca koran memgingatkan Mama.
“Udah siap tuh, udah Mama taruh di motor Papa juga.“
“Eh iya, lupa!” Danish yang sedang bermain lego di dekat Mama langsung bangkit, berlali ke kamar.
Tak lama, Danish kembali dengan selembar kertas pemberitahuan dari sekolah. Diserahkannya kertas itu pada Mama.
“Ma, ini dari Bu Guru, Danish lupa. Kata Bu Guru, ini formulir buat zakat. Gara-gara Papa ngomongin zakat, Danish jadi inget, deh,“ kata Danish sambil memamerkan gigi putihnya.
“Oh, ya udah. Besok Mama kasih, nanti kamu yang serahin ke Bu Guru ya?“
“Zakat fitrah itu apa sih, Ma?“
“Biar lebih paham, gimana kalo Danish ikut Papa ke masjid? Sambil sholat zuhur, nih. Udah hampir masuk waktunya. Ayo, kita berangkat sekarang!“ ajak Papa. Danish bersorak senang.
“Tunggu ya, Pa! Danish pakai sarung dulu,“ kata Danish yang segera berganti pakaian.
“Jangan sampe lupa loh, Pa. Oh iya, tolong antar juga ya THR buat Pak Kasman. Sebentar Mama siapkan.“ Mama meninggalkan Papa, tak lama kembali membawa sebuah amplop. Di saat yang sama, Danish sudah siap.
“Ayo, Pa!” seru Danish.

Sepanjang perjalanan ke masjid, Danish tak henti bertanya pada Papa apa itu zakat fitrah. “Kenapa harus ada zakat fitrah sih, Pa?“
“Zakat fitrah itu wajib bagi setiap umat muslim, baik yang tua atau muda. Zakqt fitrah itu artinya kita mensucikan diri kita. Kayak baju Danish yang udah kotor dan bau kerimgat, harus dicuci kan biar bersih?“ Danish mengangguk. “Begitu juga dengan jiwa kita, dibersihkan dengan zakat fitrah. Sesuai artinya, fitrah itu suci. Makanya, tujuan zakat fitrah adalah untuk mensucikan jiwa kita.“
“Kalau nggak bayar zakat fitrah?“
“Kalau kita mampu, ya kita dosa dong! Kecuali kalau kita tidak mampu, maka kita berhak mendapatkan zakat fitrah,“ kata Papa. Danish mengangguk.
Tak terasa mereka sudah sampai di masjid. Banyak orang berkumpul. Kata Papa, mereka semua berniat membayar zakat fitrah.
“Diumumkan kepada warga RT 12 yang belum menyerahkan zakat fitrahnya, jangan lupa. Jangan sampai terlambat!” Terdengar pengumuman dari speaker masjid.
“Bayar zakat pun nggak boleh terlambat? Udah kayak sekolah aja,” gumam Danish. Papa tersenyum sambil mengacak rambut Danish.
“Zakat fitrah itu ada batasnya, Danish. Paling lambat sebelum sholat Idul Fitri. Setelahnya, nilainya bukan zakat fitrah lagi, tapi bernilai sedekah. Daripada kita lupa, lebih baik kan sehari sebelum Idul Fitri, ya kan?“
“Terus, nanti zakat fitrah ini dikasih ke siapa, Pa?“
“Zakat ini akan diberikan kepada mereka yang membutuhkan, yang kurang beruntung kalau dibandingkan dengan kita. Zakat ini bisa berupa uanh, atau berupa makanan pokok. Karena makanan pokok masyarakat Indonesia adalah nasi, maka zakat fitrahnya juga berupa nasi. Nilainya harus sama atau boleh lebih baik dari nasi yang biasa kita makan, tapi nggak boleh yang lebih jelek.“
“Iya ya, Pa! Kalau kita makan enak, masa ngasih ke orang yang nggak enak?“
“Nah, itu pinter anak Papa.“
“Nasinya seberapa banyak, Pa?”
“Bukan dalam bentuk nasi, Nak. Tapi dalam bentuk mentahmya, yaitu beras. Besarnya kira-kira 2,5 kilogram. Atau kalau dalam bentuk uang, tinggal dikalikan saja dengan harga beras yang biasa kita makan. Misalnya, harga beras kita sepuluh ribu, jadi kita bayar zakat dua puluh lima ribu. Paham?“
“Paham, deh!“ kata Danish cuek. Papa tersenyum.
“Wah, Danish mau bayar zakat ya?” tanya Pak Tomo, seorang panitia penerimaan zakat. Danish mengangguk malu.
“Hebat, mau bayar berapa nih?“ Danish menatap Papa bingung.
“Seperti biasa, Pak Tomo, lima orang ya sekalian kakek sama neneknya Danish,“ jawab Papa. Pak Tomo mengangguk.
“Oh, iya Pak Arif. Saya terima ya,” sahut Pak Tomo sambil menerima beras yang dibawa Papa dan Danish.
“Pak Kasman di mana ya, Pak?“ Papa menanyakam marbot yang biasa membersihkan masjid itu. Danish juga memandang sekelilingnya, tapi tidak menemukan sosok Pak Kasman.
“Pak Kasman sedang sakit, Pak Arif. Sudah sejak kemarin,” jaeab Pak Tomo.
“Oh, ya sudah nanti biar saya sempatkan menjenguk ke rumahnya. Kalau begitu kami pamit dulu, Pak Tomo. Terima kasih,” kata Papa.
Papa menggandeng tangan Danish. “Kita ke rumah Pak Kasman dulu, ya? Inilah gunanya zakat fitrah, Danish. Untuk membantu mereka yang membutuhkan. Seperti Pak Kasman, beliau adalah salah satu orang yang berhak menerima zakat.“ Danish mengangguk.
Pengalaman baru ini mengajarkan Danish tentang berbagi. Dan salah satu saat yang indah untuk berbagi adalah menjelang Idul Fitri, dengan zakat fitrah.

Kolom Hikmah
Zakat fitrah adalah kewajiban bagi mereka yang mampu, dengan tujuan untuk membersihkan jiwa mereka dari dosa.
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ سَكَنٌ لَهُمْ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103)