Arin bosan sekali! Ia sudah berkali-kali memainkan legonya. Setelah sekolah daring dan mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh Ustazah Ajeng, Arin akan bermain bersama Bunda. Pandemi yang sudah berlangsung hampir satu tahun ini memang membuat semua orang bosan. Bukan saja tidak bisa bermain dengan teman-teman di kampung, Arin juga tidak bisa bersekolah dan belajar bersama teman-temannya di sekolah. Ia juga tidak bisa bertemu dengan Ustazah Ajeng, guru favoritnya.
Bunda melarangnya keluar rumah jika tidak terlalu penting. Banyak warga kampung tempat mereka tinggal yang terkena virus. Tante Anyelir, Om Bondan, dan Kak Windy terinfeksi virus itu. Arin sedih sekali, ia sering bermain di depan rumah Kak Windy. Kak Windy juga sering meminjaminya buku ensiklopedia yang dibelinya waktu SD dulu.
“Hari ini, kita bercocok tanam saja, ya?” kata Bunda.
Arin sudah bosan! Sejak pandemi, halaman depan mereka sudah penuh dengan berbagai tanaman obat. Kunyit, serai, jahe, jeruk nipis. Bahkan, mereka baru saja membuat hidroponik untuk menanam caisin dan sawi putih! Awal-awal memang Arin senang, tetapi sekarang semua terasa membosankan. Ia ingin jalan-jalan ke mal, taman bermain, atau sekadar taman kota. Lagi-lagi, Ayah dan Bunda tidak mengizinkan. Paling jauh mereka pergi ke rumah Nenek yang cuma sepuluh menit dari rumah.
***
Malam itu, tak sengaja Arin mendengar Ayah dan Bunda mengobrol di ruang tengah. Mbah Wandi, Mbah Min, dan Tante Wulan terinfeksi virus. Mereka harus melakukan isolasi mandiri di rumah. Arin sering sekali mendengar kata itu, tapi ia tidak tahu apa artinya.
Bunda dan Ayah merencanakan untuk mengajak warga memberikan donasi, seperti yang diberikan untuk keluarga Tante Anyelir. Tentu saja semua warga setuju, Bergantian mereka akan memberikan bantuan kepada Mbah Wandi dan keluarga.
Pagi harinya, saat sarapan, Bunda terlihat membungkus makanan. Pasti untuk Mbah Wandi, pikir Arin.
“Bunda, isolasi mandiri itu apa?” tanya Arin.
“Isolasi mandiri itu, memisahkan diri dari orang lain agar tidak menularkan penyakit. Dalam masa pandemi ini, orang yang terinfeksi virus harus melakukan isolasi mandiri di rumah selama empat belas hari,” kata Bunda sambil menyiapkan beberapa macam buah.
“Kenapa harus di rumah? Kok nggak di rumah sakit aja?”
“Sayang, sekarang rumah sakit sudah penuh. Rumah sakit hanya menerima mereka yang benar-benar membutuhkan ruangan perawatan. Selama masih bisa dirawat di rumah, mereka disarankan untuk tetap tinggal di rumah. Seperti tetangga-tetangga kita di sini. Mereka tidak perlu ke rumah sakit, karena tidak menunjukkan tanda-tanda mereka butuh perawatan di rumah sakit.”
“Nah, mereka yang terinfeksi virus juga tidak boleh keluar dari rumah. Ini untuk menjaga orang lain dan lingkungan agar tetap sehat,” kata Bunda.
“Loh, kalo nggak boleh keluar, mereka nggak kerja? Nggak bisa belanja?” tanya Arin.
“Itulah kenapa, sekarang Bunda mau ke rumah Mbah Wandi. Bunda mau kirimin makanan dan buah-buahan.”
“Ikut!” Arin bersemangat sekali.
Selama ini, Mbah Wandi baik sekali padanya. Mbah Wandi sering memberinya belimbing super manis yang tumbuh di halaman rumah. Arin juga sering mengambil sendiri belimbing-belimbing itu dengan galah, ditemani Mbah Wandi.
“Kali ini, biar Bunda saja ya yang mengirimnya. Nanti, gentian kamu. Arin lihat dulu, bagaimana cara memberikan bantuan untuk mereka yang sedang sakit. Arin lihat dari jendela dulu, oke?” Walau kecewa, Arin menurut apa yang dikatakan Bunda.
Ia menunggu di dekat jendela, melihat bagaimana Bunda mengantarkan bantuan untuk Mbah Wandi. Bunda menggantungkannya di pagar rumah Mbah Wandi, lalu pulang. Sebelum masuk rumah, Bunda mencuci tangan dengan sabun di halaman depan. Bunda menelepon Mbah Min, memberi tahu bahwa ia baru saja mengantarkan makanan di pagar. Mbah Min akan mengambilnya.
“Harus seperti itu?” tanya Arin.
“Ini untuk menghindari kita dari tertular virus, Nak. Kita harus menjaga diri sendiri dan orang di sekeliling kita. Bagaimana?”
“Mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak,” jawab Arin.
“Anak pintar,” kata Bunda sambil tersenyum.
***
Hari ini, Bunda akan mengirimkan bantuan lagi untuk keluarga Mbah Wandi. Bunda sudah menyiapkan banyak buah dan sayur. Arin pun bersiap mengantarkannya ke rumah Mbah Wandi.
Masker sudah menempel, sebelum berangkat pun Arin mencuci tangannya. Ia segera mengantarkan buah dan sayur ke rumah Mbah Wandi. Sama seperti cara Bunda kemarin, Arin menggantungkannya di pagar. Mbah Wandi melihatnya dari balik jendela. Ia tersenyum dan mengucapkan terima kasih pada Arin.
Arin sedih sekali melihat Mbah Wandi yang biasa aktif sekarang harus diam di rumah dengan sakitnya. Arin rindu bermain dan makan belimbing bersama Mbah Wandi. Arin melambaikan tangan kea rah Mbah Wandi dan pulang.
Sudah dua minggu sejak Mbah Wandi dan keluarganya dinyatakan positif terinfeksi virus. Hari ini, Mbah Wandi akan melakukan tes swab lagi untuk memastikan apakah masih ada virus di tubuh mereka sekeluarga. Arin berharap, Mbah Wandi sudah sehat.
“Alhamdulillah!” Bunda membaca pesan yang masuk ke ponselnya.
Arin yang sedang menggambar di kamar berlari keluar. Ia ingin tahu apa yang membuat Bunda bersorak seperti tadi.
“Alhamdulillah, Nak. Mbah Wandi dan keluarga sudah tes swab, dan hasilnya mereka sudah dinyatakan sembuh!”
Arin senang sekali. Ia ikut mendengar ketika Bunda menelepon Mbah Wandi. Mbah Wandi mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan yang diberikan Bunda dan warga lain. Tak lupa, Mbah Wandi juga mengucapkan terima kasih pada Arin yang dengan berani mengantarkan bahan makanan ke rumah Mbah Wandi. Arin senang sekali mendengar suara Mbah Wandi yang sudah sehat dan kembali ceria.
“Nanti, kalau belimbing Mbah sudah berbuah banyak, kita petik bersama lagi, ya,” kata Mbah Wandi di telepon. Arin ikut senang dengan kesembuhan Mbah Wandi.
Arin janji, tidak akan mengeluh lagi. Tidak akan merengek meminta jalan-jalan lagi di masa pandemi ini. Ia akan rajin berdoa, semoga pandemi segera berlalu dan semua warga dan keluarganya selalu dalam keadaan sehat.