Duh, perut Naina lapar sekali. Pulang sekolah berjalan kaki, membuatnya juga sangat haus. Ia segera berlari masuk rumah, meletakkan tas begitu saja, melepas sepatu dan kaus kaki, lalu langsung membuka tudung saji di meja makan. Ia sudah membayangkan ayam goreng pesanannya pada Bunda pagi tadi. Tapi …
“Bundaaa, mana ayam goreng pesanan Naina?” teriaknya.
“Assalaamualaikum.” Bunda mengucap salam. Naina merengut, iya dia tadi lupa salam.
“Waalaikumsalam,” sahut Naina.
Bunda meletakkan sepiring tempe goreng dan ikan pindang di meja. Ada juga sayur lodeh, tapi mana ayamnya? Naina makin kesal.
“Bunda kok malah masak yang lain? Kan Naina minta sayur sop sama ayam goreng,” kata Naina.
“Maaf ya, Nak. Tadi Bunda nggak sempat ke pasar. Adik Nisa sakit dan rewel. Bunda cuma bisa belanja di abang sayur keliling, dan ayamnya sudah habis.”
“Sayur lodeh kan nggak enak!”
“Dicoba dulu, kan Naina sudah pernah makan sayur lodeh.”
Naina menyendok nasi dengan kesal. Cuma ayam sama sayur sop saja, Bunda nggak mau menuruti, sungut Naina dalam hati.
Naina membawa piringnya, makan di depan televisi. Ia makan dengan wajah murung. Ia masih kecewa pada Bunda yang tidak menuruti permintaanya. Naina memencet remote sekenanya, asal ada bunyi saja untuk menemaninya makan.
“ … Sudah biasa, Mbak. Kami biasa makan seadanya, jadi ya nggak sedih asal makan bersama.” Terdengar suara dari televisi. Naina mengangkat kepalanya, melihat televisi.
Di sana terlihat seorang ibu dengan empat anaknya. Mereka makan satu butir telur yang didadar dengan banyak garam, lalu dibagi untuk makan berlima. Anehnya, mereka makan dengan lahap. Kalua Naina, tentu ia tidak mau makan telur keasinan seperti itu.
Naina melihat piring makanannya. Sayur lodeh masakan Bunda enak, ditambah ikan pindang dan tempe yang digoreng kering, kriuk-kriuk nikmat. Naina menyesal sudah mengeluh tadi. Padahal makanan yang enak sudah tersedia di rumahnya. Coba lihat, anak-anak tadi. Cuma makan telur dadar dan nasi, tapi mereka kelihatan bahagia sekali.
Sekarang Naina memakan di depannya dengan lahap. ia harus mensyukuri apa yang ada. Selesai makan, Naina cepat-cepat menyelesaikan makanannya. Setelah selesai makan, Naina mendatangi Bunda di kamar Nisa.
“Bunda, maafin Naina, ya sudah mengeluh. Masakan Bunda enak, makasih ya, Bunda.” Naina memeluk Bunda.
“Alhamdulillah kalau Naina suka. Maafin Bunda juga, ya karena belum sempat memasakkan sayur sop dan ayam goreng untuk Naina. Insyaallah, besok Bunda sudah pesan sama abang sayur untuk mengantarkan sayur sop dan ayam ke rumah.”
“Makasih, Bunda!”
Naina berjanji, akan selalu mensyukuri apa yang dimasakkan Bunda untuknya. Ia juga berjanji, tidak akan mencela makanan lagi.